Virus Corona menjadi pandemik yang menyebar ke setidaknya lebih dari 200 negara dengan jumlah kasus hingga di atas 1,5 juta. Bagaimana sebenarnya efek dari virus corona ini? Bagaimana virus corona menular dan menyebabkan penyakit COVID-19?
Virus Corona dan penyakit COVID-19 menjadi hot issue dalam beberapa bulan terakhir. Bagaimana pengaruh persebarannya menyebabkan manusia di seluruh dunia menghentikan aktivitas rutin mereka dan memilih untuk berdiam di rumah.
Virus yang berawal sejak penghujung 2019 di Cina kini berkembang dengan cepat menjadi masalah yang harus dihadapi seluruh dunia. Persebarannya yang cepat dan adanya potensi kematian yang mengancam menjadi perhatian tersendiri. Tetapi sebenarnya bagaimana virus ini dapat bekerja menyerang tubuh?
Virus Corona Menyebabkan Penyakit COVID-19
Virus Corona merupakan jenis virus yang banyak menyerang sistem pernafasan. Virus corona bukan jenis virus baru di dunia, karena sejatinya virus dari kerabat yang sama sudah muncul sejak dulu. Termasuk di antaranya menjadi penyebab penyakit  Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) and Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Keduanya sudah dikenal terlebih dulu di dunia medis, sebagai jenis penyakit pernafasan berat yang beresiko kematian.
Kemudian virus ini kembali menyebar pada penghujung tahun 2019 menyebabkan keluhan yang menyerupai pneumonia. Secara ilmiah, jenis virus corona baru ini memiliki nama SARS-CoV-2, sedang penyakit yang disebabkan oleh virus ini disebut dengan COVID-19.
Meski diklaim dapat menyebabkan kondisi gangguan pernafasan akut yang menyerupai pneumonia, tetapi rupanya tidak semua yang terpapar dan dinyatakan positif tertular akan menunjukan gejala yang sama.
Sejumlah pasien hanya akan menunjukan gejala gangguan pernafasan ringan, hingga kadang sulit untuk dibedakan dengan flu biasa. Ada yang kemudian menunjukan gejala berat hingga berujung kematian. Sedang sisanya adalah golongan yang secara resmi di Indonesia disebut sebagai OTG atau Orang Tanpa Gejala. Ini ditujukan pada mereka yang dinyatakan positif tertular virus corona tetapi tidak menunjukan gejala sama sekali.
Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa penularan dari virus ini tidak menunjukan tanda yang sama. Bagaimana sebenarnya efek dari virus corona pada tubuh manusia? Dan bagaimana sebenarnya kinerja dari virus corona ini dalam menyebabkan penyakit COVID-19? Kenapa persebaran dari SARS-CoV-2 ini lebih masif dibandingkan jenis virus corona lain?
Bagaimana Virus Corona Menular?
Mungkin ini adalah hal pertama yang menjadi pertanyaan setiap orang mengenai virus corona ini. Soal bagaimana virus ini menular dan menyebabkan penyakit. Dan soal bagaimana virus corona menular dengan cara berbeda pada setiap orang.
Pada dasarnya, penularan dari virus corona ini melalui droplet atau tetesan cairan yang berasal dari saluran pernafasan dan mulut. Bagaimana virus corona menular terjadi ketika Anda berinteraksi atau berdekatan dengan penderita COVID-19 dan terkena droplet yang disemburkan oleh pasien. Baik itu karena batuk, bersin atau dari proses interaksi lain seperti makan dan minum dari wadah yang sama serta berciuman.
droplet atau cairan dari sistem pernafasan dan mulut yang mengandung virus corona akan menyebabkan penyakit pada mereka yang tersentuh. Masalahnya, bahkan dalam kadar cairan yang sangat kecil sekalipun penularan dalam terjadi.
Itu yang menjadi alasan bagaimana virus corona menular dengan cepat. Droplet atau tetesan cairan ini dapat saja melekat di tangan penderita dan berjabat tangan dengan Anda. Dapat pula menetap pada benda seperti uang, benda logam seperti pegangan tangga hingga tombol angka pada mesin ATM.
Sementara terbukti bahwa virus dapat bertahan cukup lama pada sejumlah benda, dari beberapa jam hingga beberapa hari. Sehingga memungkinkan penularan terjadi tanpa disadari. Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah kehadiran OTG (Orang Tanpa Gejala) yang terbukti dapat menjadi perantara penularan sekalipun yang bersangkutan tidak menunjukan gejala.
Orang dengan kondisi demikian tentu tidak menyadari bahwa tubuhnya membawa virus dan beresiko menulari orang lain. Karena merasa tubuhnya cukup fit dan tidak menunjukan gejala penyakit COVID-19 sebagaimana pada umumnya terjadi.
Mereka dapat beraktivitas dengan normal dan berinteraksi dengan bebas sekaligus menyebarkan virus dengan lebih luas. Inilah alasan bagaimana virus corona menular dengan cepat dan menyebar dengan merata di banyak kawasan.
Meski mereka yang berinteraksi lebih banyak dengan pasien COVID-19 yang menunjukan gejala kuat justru memiliki resiko lebih besar untuk terpapar droplet yang disemburkan dari batuk dan bersin yang sudah tentu akan lebih kerap muncul.
Apa Sebenarnya yang Terjadi Dalam Tubuh?
Ketika virus corona masuk ke dalam tubuh, ada dua hal yang akan dilakukannya. Pertama menemukan tempat nyaman untuk berdiam dan kemudian memperbanyak diri. Untuk dapat bertahan, virus akan melepaskan protein tertentu melalui media reseptor ACE2 yang ada pada sel-sel sehat pernafasan.
Begitu protein masuk ke dalam sel sehat, virus akan mengambil alih sistem dari sel sehat tersebut dan merusaknya. Memanfaatkan unsur protein dan lemak di dalamnya sebagai bahan baku untuk memperbanyak diri, sekaligus menjadi lebih aktif dan progresif.
Masalahnya, untuk bisa menemukan sel dengan reseptor ACE2 yang optimal, maka virus perlu masuk cukup dalam ke sistem pernafasan dalam. Termasuk ke batang tenggorokan sisi bawah, bronkeolus dan sel-sel utama dari paru-paru. Inilah ciri utama yang membedakan COVID-19 dengan flu biasa. Karena flu pada umumnya berkembang pada area pernafasan atas.
Untuk membantu proses inkubasi berjalan baik, virus akan mengontrol produksi mucus di tenggorokan, hingga tenggorokan pasien cenderung terasa kering dan muncul batuk tidak berdahak. Sementara inflamasi yang berkembang di paru-paru justru membuat paru-paru mengalami endapan cairan lendir yang kemudian dikenal dengan pneumonia.
Bersamaan dengan proses ini, sebenarnya sistem imun akan otomatis bekerja. Bila imun memiliki cukup kekuatan untuk melawan virus, maka serangan yang terjadi sifatnya akan relatif ringan, mudah ditekan gejalanya atau bahkan sama sekali tidak menunjukan gejala.
Tetapi bila imunitas kalah, maka yang terjadi justru imunitas turut memperburuk kondisi pasien, termasuk pula mendorong perkembangan inflamasi semakin buruk. Ini karena imunitas justru melepas agen inflamasi dalam jumlah besar sebagai respon serangan virus tersebut.
Efek Virus Corona pada Tubuh
Lalu bagaimana sebenarnya virus corona menular dan menimbulkan kondisi yang beragam pada tiap pasien. Mengapa sejumlah orang hanya menunjukan gejala ringan dan sebagian yang lain harus berhadapan dengan kondisi kritis dan kematian?
Bagaimana efek dari virus corona untuk menular pada seseorang dapat dilihat dari proses berikut ini. Mulai dari proses inkubasi virus hingga masa virus corona menyebabkan penyakit COVID-19.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi dimulai ketika virus corona memasuki tubuh seseorang. Proses masuknya sendiri dapat cukup beragam. Mulai dari pernafasan ketika Anda menarik udara melalui proses bernafas yang tanpa sengaja menarik udara yang terdapat droplet dengan kandungan virus corona. Atau ketika tangan Anda terkontaminasi virus dan menyentuh area sekitar wajah, hidung dan mulut.
Efek virus corona pada masa inkubasi ini akan terasa pertama kali pada area tenggorokan. Kebanyakan orang bisa tidak merasakan gejala apapun pada masa inkubasi ini. Tubuh yang cukup fit bahkan bisa bertahan tanpa gejala hingga lebih dari 5 hari. Bahkan mungkin untuk tidak menunjukan gejala sama sekali nantinya.
Masalahnya, begitu seseorang terpapar virus corona, maka virus ini diam-diam memperbanyak diri dalam saluran tenggorokan, sirkulasi udara hingga paru-paru tubuh. Perkembangan yang tidak disadari pasien sama sekali. Dan memungkinkan orang tersebut untuk menghasilkan droplet yang mengandung virus corona, sekalipun tidak muncul sama sekali efek dari virus corona pada orang tersebut.
Ini menjadi salah satu cara bagaimana virus corona menular dengan cepat. Karena meski virus corona tidak menyebabkan munculnya keluhan penyakit, tidak menutup kemungkinan penularan tetap terjadi. Bahkan sejak hari pertama masa inkubasi.
Munculnya Keluhan Ringan
Sebagian besar kasus infeksi virus corona, mengalami kondisi keluhan ringan ini. Data menunjukan 8 dari 10 kasus terkait infeksi virus corona mengalami gejala ringan, tetapi belum tentu virus corona kemudian menyebabkan penyakit serius.
Diawali dengan gejala yang sulit untuk dikenali, seperti tenggorokan yang terasa mudah kering dan kerap sekali haus. Hingga kemudian muncul gejala serupa flu seperti nyeri pada tenggorokan, demam ringan hingga suhu 38oC dan keluhan rasa linu ringan di seluruh tubuh. Beberapa pasien dengan keluhan gejala ringan akan mengalami batuk kering yang ringan.
Cari produk herbal untuk penyakit Anda? Ayo konsultasi gratis dengan ahli herbal DEHERBA.COM!
WHATSAPP SEKARANGGejala yang muncul ini adalah efek dari perkembangan virus corona dalam tubuh. Virus mulai menyebabkan kerusakan pada dinding tenggorokan, hingga menimbulkan efek kering, gatal dan perih. virus ini menghalangi tenggorokan memproduksi mucus atau dahak sebagai bentuk sistem perlindungan diri dari virus tersebut.
Itu sebabnya kebanyakan batuk yang menyertai keluhan COVID-19 merupakan batuk kering. Kadang, pasien akan mengalami batuk yang disertai dengan dahak kental kekuningan. Ini adalah sistem mekanisme tubuh untuk membantu keluarkan sel-sel mati yang ada pada batang tenggorokan dan paru-paru akibat efek virus corona.
Rasa demam dan rasa linu juga merupakan bentuk reaksi dari imun tubuh terhadap serangan virus corona. Sistem limfatik yang menyerang keberadaan virus membentuk sistem antibodi yang memang akan disertai keluhan demam dan rasa linu.
Pada fase ini sebenarnya virus corona belum dapat dinyatakan menyebabkan penyakit. Keluhan serupa flu ini cenderung ringan dan mudah diatasi. Banyak pasien dengan keluhan ringan bahkan tidak membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit. Hanya perawatan ringan dalam masa isolasi di rumah sudah cukup mengentaskan masalah.
Pasien disarankan memperbaiki gizi demi dapat meningkatkan kinerja imunitas. Banyak minum air putih dan mendapatkan suplai vitamin D dan C yang mencukupi. Imunitas yang prima lebih dari cukup untuk mengatasi serangan corona. Sementara itu, pasien dapat mengkonsumsi parasetamol untuk membantu meredakan demam, rasa nyeri dan sakit kepala yang muncul.
Masa Gejala Serius
Dalam jumlah lebih kecil hanya sekitar 15% – 20% kasus, virus corona dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang cukup berat. Ini adalah sinergi dari perkembangan jumlah virus yang terus memperbanyak diri dalam tubuh dan kinerja dari imunitas yang justru menjadi berlebihan sebagai respon serangan virus yang sangat aktif.
Yang terjadi justru terbentuknya inflamasi pada sistem pernafasan, bisa pada tenggorokan hingga dalam paru-paru. Ketika sinyal sistem imunitas menjadi terlalu berlebihan, justru akan menyebabkan respon pembentukan inflamasi yang pesat. Inilah yang kemudian menyebabkan terbentuknya keluhan pneumonia.
Secara awam, banyak orang menyebutnya sebagai paru-paru basah karena pneumonia menyebabkan peradangan pada paru-paru hingga paru-paru menyimpan cairan ekstra. Kelebihan cairan ini menyebabkan daya tampung paru-paru berkurang.
Hal yang menyebabkan pasien akan sangat mudah mengalami sesak nafas. Paru-paru tidak cukup mampu menampung kebutuhan oksigen. Hingga pernafasan terasa tidak lega, terasa pusing, lemas dan mual.
Pada saat pasien COVID-19 mulai mengeluhkan rasa tidak lega saat bernafas, rasa sesak disertai rasa pusing dan mual, pasien akan diharuskan menjalankan perawatan intensif di rumah sakit. Kadang diperlukan bantuan ventilator untuk memudahkan pasien bernafas.
Masa Kritis
Sebenarnya tidak banyak pasien yang mengalami kondisi kritis karena efek virus corona. Data menunjukan hanya sekitar 5% – 7% saja dari seluruh pengidap COVID-19 di dunia yang menunjukan gejala kritis.
Kondisi ini terjadi ketika kerusakan pada sel-sel paru-paru menjadi cukup serius. Ini adalah efek dari perkembangan virus corona sekaligus efek dari kinerja imun yang menjadi sangat berlebihan.
Ketika virus berkembang dalam tubuh sistem imun tubuh membentuk semacam enzim sitokin yang justru bersifat agen inflamasi. Ketika virus sendiri bekerja merusak jaringan pernafasan, sitokin justru memperburuk kerusakan yang sudah terjadi. Kerusakan sel tidak hanya berkembang pada paru-paru tetapi dapat berkembang pada bagian tubuh lain.
Menyebabkan kerusakan yang menyebar dan kompleks dalam tubuh. Bahkan memicu terbentuknya sepsis, kondisi ketika sel dalam seluruh tubuh demikian rentan untuk mengalami infeksi. Sementara itu, kerusakan masif pada paru-paru dapat menyebabkan pasien semakin sulit untuk bernafas. Sementara organ lain juga rentan untuk mengalami gangguan termasuk ginjal dan pencernaan.
Untuk kasus pasien dengan kondisi serius seperti ini, dibutuhan perawatan medis intensif untuk membantu memudahkan pasien bernafas dan memperbaki kerusakan sel yang sudah terlanjur terjadi. Tidak jarang dibutuhkan mesin artifisial untuk paru-paru yang bekerja menyaring darah dan memasukan oksigen ke dalam darah. Pada level ini resiko kematian menjadi relatif lebih tinggi.
Mengapa Virus Corona Menimbulkan Gejala Penyakit yang Bervariasi?
Satu fakta penting soal virus corona adalah efek dari virus corona ini dapat berbeda-beda untuk setiap pasien. Sebagaimana dijelaskan di atas, seseorang dapat tidak menunjukan gejala apapun meski terserang virus corona.
Tetapi tidak muncul gejala bisa bermakna bahwa pasien sedang memasuki masa inkubasi, sehingga gejala belum muncul. Adapun ketika gejala muncul, beberapa orang akan mengalami gejala yang ringan, cukup berat hingga pada level mematikan.
Data menunjukan 81% kasus virus corona hanya menunjukan gejala ringan dan kondisi-kondisi tidak serius yang menyertai. Sedang sekitar 19% berada pada ketergantungan akan alat ventilator baik karena kesulitan bernafas atau karena sama sekali tidak dapat bernafas.
Sejatinya, pada imunitas yang prima, tubuh cukup mampu untuk melawan serangan dari virus corona. Tetapi, pada kondisi tertentu tubuh tidak cukup efektif untuk mampu melawan serangan. Ini meningkatkan resiko seseorang untuk lebih mudah terinfeksi dan mengalami perkembangan penyakit yang berat.
Adapun beberapa kondisi tersebut berkaitan dengan usia yang memasuki di atas 60 tahun, pengidap penyakit degenerative semacam tekanan darah tinggi, diabetes, stroke, jantung, liver, ginjal dan lain sebagainya.
Dalam riset terbatas juga ditemukan adanya potensi genetik yang mungkin mempengaruhi parah tidaknya penyakit COVID-19 pada seseorang. Termasuk di antaranya, mereka dengan kondisi asma dan kaitannya dengan golongan darah A yang diduga kuat menjadi lebih rentan.
Aspek gender juga diduga mempengaruhi penularan, dimana diyakini pria memiliki resiko lebih besar dibandingkan wanita. Sebagaimana dijelaskan bahwa 58% kasus COVID-19 di Cina adalah pria.
Beberapa kawasan dengan pemberian vaksin BCG dan TBC yang masif juga diyakini memiliki ketahanan lebih baik dibandingkan kawasan yang sebelumnya tidak menerapkan vaksinasi masif untuk kedua jenis vaksin tersebut. Meski kaitan antara kedua vaksin ini dalah perkembangan virus belum sepenuhnya dapat dijelaskan.
Itulah sejumlah aspek yang mempengaruhi bagaimana efek virus corona dapat menyebabkan gejala penyakit yang berbeda-beda. Serta gambaran bagaimana virus corona menjadi demikian mudah menular saat ini.