Ada banyak aspek dari penyakit kanker nasofaring yang perlu dipahami lebih dalam. Diantaranya mengenai kekhawatiran apakah kanker nasofaring menular. Anggapan ini mungkin muncul karena kanker nasofaring menunjukkan beberapa gejala yang mirip flu, dan flu adalah penyakit menular. Meski tentu saja penyebab flu berbeda dengan penyebab kanker nasofaring.
Tapi memang sejumlah penyakit flu dapat menjadi penyakit serius yang mematikan. Proses penularannya juga terbilang mudah, karena media penularannya hanya udara dan air di sekitar kita.
Tetapi, benarkah kanker nasofaring dapat menular? Bagaimana sebenarnya proses terjadinya kanker nasofaring? Kita akan mencoba untuk membahas pertanyaan ini di sini dan menguak penyebab kanker nasofaring yang sebenarnya.
Apa Sebenarnya Penyebab Kanker Nasofaring?
Untuk memahami apakah kanker nasofaring menular tentu kita perlu pahami dulu apa penyebab dari kanker nasofaring. Dari sini kita dapat melihat potensi penularan yang mungkin terjadi pada kasus penyakit kanker nasofaring.
Penyakit kanker nasofaring dianggap menular, karena menunjukan sejumlah gejala yang sekilas serupa dengan flu. Sejumlah jenis kanker yang bersarang pada sistem pernafasan, hidung dan tenggorokan memang memiliki gejala yang mirip. Sebagaimana dapat Anda jumpai pada kasus kanker laring dan kanker esofagus.
Tetapi bagaimana sebenarnya kanker nasofaring dapat terjadi? Apa penyebab kanker nasofaring?
Sebenarnya, hingga kini belum ditemukan secara jelas apa penyebab dari kanker nasofaring. Hanya sejumlah pakar sepakat bahwa penyakit ini dapat dikaitkan dengan pola diet, sejumlah kasus infeksi dan unsur-unsur genetik.
Faktor-Faktor yang Memperbesar Risiko Kanker Nasofaring
Faktor risiko adalah hal apapun yang dapat memperbesar risiko seseorang untuk mengembangkan suatu penyakit. Ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap kanker nasofaring. Berikut adalah sejumlah faktor risiko untuk terkena kanker nasofaring:
Faktor Genetik
Unsur genetik tentu saja memiliki peran besar, sebagaimana ditemukan di sejumlah besar kasus kanker lainnya. Mereka yang memiliki riwayat kanker dari gari keturunannya, memiliki risiko lebih tinggi untuk juga mengidap kanker tersebut.
Ini dikaitkan dengan beberapa orang memiliki jenis jaringan dan jenis sel dengan karakter, protein dan reseptor tertentu yang sifatnya adalah genetik. jenis-jenis sel tertentu dapat menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan karsinogen. Sehingga lebih mudah rusak dan lebih mudah pula mengalami proses mutasi.
Faktor Jenis Kelamin
Meski belum dipahami dengan baik alasannya, pria memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengidap penyakit kanker nasofaring ini dibanding wanita. Jumlah kasusnya di dunia sendiri juga tercatat dua kali lebih banyak.
Dalam European Journal of Cancer tahun 1990, dijelaskan fakta mengenai peran gender pada risiko kanker nasofaring. Di duga ini dapat dikaitkan dengan unsur hormon sek s dan anatomi khusus pada pria.
Tetapi beberapa aspek kebiasaan pada pria diduga juga mengambil peran. Sebut saja kebiasaan merokok yang lebih banyak terjadi pada pria dan unsur lingkungan buruk di luar rumah yang mungkin juga lebih banyak dialami pria daripada wanita.
Faktor Ras atau Etnik
Sekali lagi, fakta ini diperkuat dengan bukti tetapi belum dipahami dengan baik secara medis bagaimana ini dapat berkaitan. Menurut catatan di seluruh dunia, mereka yang datang dari ras cina dan indo cina cenderung memiliki risiko lebih besar untuk mengidap kanker nasofaring.
Pada International of Cell Biology tahun 2012 dijabarkan akan adanya kemungkinan sejumlah gaya hidup dan kebiasaan sejumlah etnis tertentu yang dapat mendorong risiko seseorang mengidap penyakit kanker nasofaring. Termasuk di antaranya pola makan dan beberapa kebiasaan yang memudahkan kontak penyakit.
Lepas dari fakta apakah kanker nasofaring menular, mudahnya sebuah komunitas untuk terserang flu dan penyakit pernafasan lain dapat ditengarai sebagai penyebab tingginya risiko komunitas untuk mengalami penyakit kanker pada pernafasan dan tenggorokan.
Faktor Lokasi Tinggal
Secara khusus kasus tertinggi dari kanker nasofaring terjadi di kawasan Asia, terutama daratan Cina, Hongkong, Taiwan, Indocina termasuk pula Asia tenggara. Di sisi lain Anda juga akan menemukan peningkatan kasus di Kanada dan Greenland.
Menarik untuk dipahami di sini, mereka dengan ras Indocina akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengidap kanker nasofaring bilamana juga tinggal di kawasan Indocina. Tingkat risiko dapat turun ketika mereka berpindah ke Eropa atau Amerika yang tidak menjadi lokasi utama temuan kanker nasofaring. Ini pula yang kemudian melahirkan sejumlah asumsi bahwa kanker nasofaring  menular dan dapat bersifat endemik layaknya penyakit menular.
Faktor Pola Makan
Diet mengambil peran sangat besar dalam meningkatkan risiko seseorang mengidap penyakit kanker nasofaring. Dan ini cukup menjawab pandangan sebelumnya di poin atas mengenai adanya kemungkinan suatu lokasi menjadi endemik kanker nasofaring.
Pada sejumlah daerah, citarasa asin menjadi ciri khas dari kuliner kawasan tersebut. Ini tentu berarti makanan tersebut mengandung kadar garam tinggi. Sementara terbukti bahwa tingginya asupan garam dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap kanker nasofaring.
Hal ini dijelaskan dalam Chinese Journal of Cancer tahun 2017. Di sini dijelaskan bagaimana kawasan sekitar Indocina dan Asia tenggara memiliki pola konsumsi garam lebih tinggi dan ini dapat dikaitkan dengan peningkatan temuan kanker nasofaring di kawasan ini.
Selain aspek pola makan dengan kadar garam tinggi, ditemukan pula bahwa mereka yang lebih kerap mengonsumsi makanan gorengan, bakar dan tidak banyak mengonsumsi sayuran serta buah segar juga cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengidap penyakit kanker ini.
Fakor Kebiasaan Merokok
Tembakau sebenarnya memang sudah dinobatkan sebagai salah satu sumber toksin terbesar bagi tubuh. dan di antara efek dari toksin ini adalah kanker. Asap rokok yang selain membawa toksin juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada saluran pernafasan ini juga dipastikan sebagai salah satu penyebab kanker nasofaring.
85% kasus kanker yang berkembang di kawasan tenggorokan dapat dikaitkan dengan rokok. Bahkan mereka yang menjadi perkokok pasif tetap dapat memiliki risiko yang sama. Dalam British Journal of Medicine tahun 2017 dijelaskan rokok dapat berpotensi merusak jaringan nasofaring dan mendorong terbentuknya mutasi permanen yang berbahaya. Ini merupakan cikal bakal dari terbentuknya kanker.
Cari produk herbal untuk penyakit Anda? Ayo konsultasi gratis dengan ahli herbal DEHERBA.COM!
WHATSAPP SEKARANGFaktor Lingkungan
Kualitas udara dan air di tempat Anda tinggal juga berperan dalam meningkatkan risiko untuk mengidap penyakit kanker nasofaring. Lagi-lagi ini dapat menjadi jawaban apakah kanker nasofaring menular dan menjadi endemik.
Di kawasan Asia tenggara dan Indocina, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan udara dan air masih relatif lebih rendah dibandingkan di kota-kota besar di belahan Eropa dan Amerika. Buruknya kualitas udara dan air ini juga ditengarai menjadi penyebab dari temuan kasus kanker nasofaring yang lebih tinggi di Asia tenggara dan Indocina.
Udara yang padat polutan dapat menyebabkan terjadinya iritasi berkepanjangan pada sistem pernafasan. Kerusakan yang berketerusan, disertai dengan masuknya unsur toksin dan karsinogen yang berada pada udara. Dan ini diyakini dapat menjadi penyebab kanker nasofaring.
Faktor Alergi
Mereka dengan kasus rhinitis atau memiliki kondisi alergi pada hidung juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengidap kanker nasofaring. Rhinitis menyebabkan pasien lebih rentan untuk mengalami iritasi dan peradangan pada hidung. Pasien mudah mengalamai pembengkakan kelenjar dan tonsil disertai dengan reaksi pilek akibat kontak dengan unsur alergen.
Proses iritasi dan peradangan yang berketerusan ini yang kemudian dapat menjadi cikal bakal dari terbentuknya penyakit kanker nasofaring. Dalam jurnal The Laryngoscope tahun 2014, riset di Taipei Medical University membuktikan adanya peningkatan risiko pengidap rhinitis untuk terdiagnosa kanker nasofaring.
Faktor Infeksi
Sejumlah infeksi rupanya juga dapat dikaitkan dengan penyakit kanker nasofaring. Tentu dipahami, bahwa infeksi pada pernafasan, tenggorokan dan hidung terjadi akibat serangan bakteri, virus atau jamur. Masuknya bakteri, virus dan jamur ini juga terjadi akibat proses penularan.
Salah satu infeksi yang terbukti secara medis dapat dikaitkan dengan kanker nasofaring adalah Epstein-Barr virus (EBV). Epstein-Barr virus (EBV) merupakan sejenis virus yang masuk dalam golongan virus herpes dan menyerang pernafasan dan kerapkali dianggap menunjukan gejala serupa flu.
Pasien akan mengalami sejumlah gejala seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, pembengkakan pada kelenjar getah bening di leher, nyeri dan linu di sendi, hidung tersumbat dan lain sebagainya. Disebut dengan penyakit monokleosis atau demam kelenjar, karena serangan utama dari virus adalah kelenjar dalam pernafasan.
Ditularkan terutama dengan perantara air liur dan uap udara yang keluar dari mulut, penyakit ini juga dianggap sangat cepat menimbulkan kerusakan pada sistem pernafasan dan hidung. Meningkatkan sensitivitas sel pada area sekitar nasofaring dan pada akhirnya memudahkannya mengalami mutasi gen.
Dalam temuan tahun 2018 dijelaskan bahwa sejenis protein khusus dalam Epstein-Barr virus (EBV) dapat menurunkan kinerja imunitas, mendorong terbentuknya gangguan autoimun dan termasuk pula melemahkan pertahanan sel dari efek oksidasi. Ini yang diduga menguatkan peran Epstein-Barr virus (EBV)  sebagai penyebab kanker nasofaring. Sebagaimana telah dijelaskan dalam National Institute of Health tahun 2018.
Selain Epstein-Barr virus (EBV), Human Papilloma Virus atau HPV juga menjadi salah satu virus berbahaya penyebab kanker nasofaring. Sifat HPV yang agresif merusak sel dimana dia melekat, menyebabkan terbentuknya benjolan kista-kista kecil yang dapat membahayakan.
Dari kista-kista inilah kemudian sel kanker  mungkin terbentuk. Karena berkat infeksi HPV ini, sel-sel pada nasofaring berubah menjadi lebih sensitif, lebih mudah teriritasi, meradang dan lebih mudah mengalami proses mutasi gen.
Mungkinkah Kanker Nasofaring Menular?
Inilah inti dari uraian yang kami sampaikan ini. Mungkinkah kanker nasofaring menular? Bagaimana proses penularan dapat terjadi? serta apa perantara dari proses penularan kanker nasofaring ?
Sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak ulasan lain sebelumnya, sekalipun penyakit kanker nasofaring menunjukan sejumlah gejala yang menyerupai flu, tidak lantas kinerja dari penyakit ini serupa dengan flu. Termasuk di antaranya adalah proses penularan.
Gejala serupa flu yang dialami oleh pasien kanker nasofaring pada dasarnya adalah reaksi atau respon alami tubuh ketika benda asing bersarang pada hidung, tenggorokan dan sistem pernafasan. Sistem imunitas tubuh otomatis akan menghasilkan lebih banyak lendir atau mukus. Disertai dengan rasa gatal dan nyeri di area sekitar hidung dan tenggorokan. Kadang juga muncul keluhan sakit kepala dan demam.
Kembali perlu ditegaskan, bahwa semua itu sekedar respon tubuh atas adanya benda asing di dalam tubuh. Respon yang sama dapat muncul ketika massa asing baik agresif (ganas) maupun jinak berdiam di dalam nasofaring. Juga dapat terjadi ketika terbentuk peradangan dan infeksi di dalam nasofaring.
Dengan kata lain, gejala serupa dengan flu tidak lantas menjadi alasan untuk memastikan bahwa kanker nasofaring menular. Karena pada dasarnya perkembangan kanker tidak menular. Sel kanker tidak dapat berpindah ke orang lain dengan perantara apapun.
Bilapun sel kanker menyebar, itu hanya menyebar di dalam tubuh pasien. Bermetastasis menuju organ lain dengan perantara cairan getah bening dan darah dalam tubuh. Yang sama sekali tidak akan menular pada orang lain.
Kapan Kanker Nasofaring Dapat Menular?
Memang dikatakan bahwa penyakit kanker nasofaring tidak menular. Akan tetapi, Anda juga tetap perlu waspada terhadap penyakit kanker nasofaring. Mengingat di antara penyebab kanker nasofaring terdapat kasus infeksi yang sudah tentu dapat menular.
Sekalipun sel kanker dapat dipastikan tidak menular, bila pembentukan kanker nasofaring disebabkan oleh tumbuhnya infeksi, maka virus penyebab infeksi ini mungkin sekali masih berdiam di pernafasan. Â Dan virus ini siap menyebar ke orang lain ketika pasien bersin, mengeluarkan air liur, mengeluarkan lendir pada hidung dan bahkan mungkin berbicara berhadapan dengan orang lain.
Faktanya, hampir semua kasus kanker kanker nasofaring dapat diasosiasikan dengan Epstein-Barr virus (EBV). Bahkan klaim lain mengatakan hampir semua kasus kanker nasofaring menunjukan data sel skuamous pada nasofaring memiliki jejak Epstein-Barr virus (EBV).
Virus dapat masuk pada mereka sebelum kanker muncul dan berkembang menjadi penyebab kanker nasofaring. Tetapi virus juga dapat masuk pasca kanker karena sel nasofaring menjadi hipersensitif dan lebih mudah mengalami infeksi. Keberadaan virus dapat bekerja sebagai penyebab kanker nasofaring dapat muncul akibat kanker dan justru menjadi penyebab pasien memburuk lebih cepat.
Meski secara umum dipastikan bahwa pertumbuhan sel kanker tidak menular, pada penyakit kanker nasofaring, isolasi mungkin tetap perlu dilakukan. Antisipasi proses kanker nasofaring menular yang dalam hal ini berarti penularan Epstein-Barr virus (EBV) tetap perlu dilakukan. Karena virus ini dapat berdiam pada sel nasofaring pasien, baik sebagai penyebab kanker nasofaring maupun sebagai efek dari kanker.