Status new normal mulai banyak dibicarakan belakangan ini. Meski sejatinya Indonesia belum sampai pada titik final perjuangan melawan corona. Tidak terkecuali new normal di sekolah dengan munculnya wacana masuk sekolah dalam waktu dekat. Bagaimana new normal untuk anak sebenarnya?
Seiring peningkatan kasus COVID 19, penerapan PSBB dan status darurat dicanangkan di sejumlah kawasan di Indonesia. Namun belakangan justru wacana new normal justru mulai dianggap sebagai opsi.
Ide ini sedikit bertolak belakang dengan standar PSBB dan status darurat yang sebelumnya ditegakan. Apalagi penanganan COVID 19 belum memberi hasil positif. Bahkan kemudian muncul wacana untuk anak kembali masuk sekolah. Tetapi apakah wacana ini cukup aman dijalankan? Bagaimana seharusnya sekolah menyikapi konsep new normal ini?
Apa Sebenarnya Konsep New Normal Itu?
Sementara dalam beberapa pekan lalu pemerintah memutuskan untuk menjalankan PSBB yang dengan ketat, termasuk membatasi pergerakan dan aktivitas social masyarakat. Demi mencegah meluas dan meningkatnya penularan COVID 19 di Indonesia.
Tiba-tiba ide new normal dimunculkan. Ide ini pada dasarnya memberi kita ruang gerak lebih leluasa pada masyarakat untuk kembali beraktivitas normal dengan batasan khusus ditengah merebaknya pandemik.
Pada masa PSBB dan kondisi tanggap darurat, pemerintah menganjurkan untuk setiap kantor menutup aktivitasnya. Meminimalkan aktivitas umum dan layanan publik yang tidak mendasar. Juga mengharuskan seluruh lembaga pendidikan untuk menghentikan aktivitas belajar mengajar dalam kelas. Untuk kemudian menggantikannya dengan sistem belajar mengajar via daring dari rumah.
Harus diakui khusus untuk metode belajar via daring, memang banyak terbentur kendala. Baik dari aspek fasilitas atau efektivitas hasil belajar. Ini yang kemudian menghadirkan wacana dengan konsep new normal di sekolah.
Sebelum memahami dengan baik, mengenai bagaimana sebenarnya penerapan new normal untuk anak di sekolah, kita coba pahami dulu bagaimana konsep new normal ini sebenarnya? Bagaimana penerapannya di tengah pandemik COVID 19 berlangsung?
Konsep ini sebenarnya lahir dari keprihatinan akan dampak dari perkembangan COVID 19 yang mulai menyentuh pada kondisi sosial ekonomi. Dari kondisi ini kemudian muncul opsi untuk memulai kembali kehidupan senormal yang mungkin bisa dilakukan di tengan pandemik.
Bukan bebas sebagaimana biasa, tetapi tentu saja dengan sejumlah pembatasan dan adaptasi sesuai dengan protokol kesehatan yang seharusnya diterapkan sebagai pencegahan corona.
Dengan harapan kehidupan sosial ekonomi bisa kembali aktif namun dengan tetap meminimalkan tingkat resiko penularan. Sebagaimana dipahami proses penularan dari penyakit COVID 19 terjadi melalui droplet. Dan untuk bisa mencegah proses penularan diperlukan standar kebersihan diri dan lingkungan yang seoptimal mungkin. Juga penerapan standar social distancing yang disiplin.
Berdasar dari hal-hal tersebutlah kemudian terbentuk formula new normal. Masyarakat akan dibebaskan beraktivitas normal dengan tetap memperhatikan aspek jaga jarak, kebersihan, kewaspadaan terhadap gejala dan optimalisasi performa imunitas.
Penerapan New Normal
Secara sederhana konsep ini akan mengacu pada pembebasan namun dalam batasan. Anda bebas menjalankan operasional usaha, tetapi pastikan tetap ada konsep jaga jarak baik antar karyawan maupun pihak eksternal kantor. Juga harus ada optimalisasi kebersihan dalam lingkungan kantor.
Anda kembali bekerja di kantor, hanya saja memastikan tidak ada kerumunan, jaga jarak antar karyawan dan menghindari kontak fisik selama bekerja. Anda bebas beribadah namun tetap dengan penjagaan jarak dan kebersihan ruang ibadah dengan optimal. Anda juga bisa jadi nantinya akan bebas melakukan perjalanan jarak jauh atau bahkan berlibur dengan syarat-syarat ketat yang menyertai.
Termasuk pula bersekolah, dimana anak-anak dan tenaga guru pengajar akan dibolehkan untuk masuk sekolah dan menjalankan kegiatan belajar mengajar dalam ruangan sebagaimana biasanya.
Cari produk herbal untuk penyakit Anda? Ayo konsultasi gratis dengan ahli herbal DEHERBA.COM!
WHATSAPP SEKARANGDan di sinilah yang kemudian menjadi perhatian banyak orang. Soal bagaimana konsep new normal ini dapat diterapkan di sekolah? Soal bagaimana konsep new normal untuk anak dapat dijalankan. Bahkan hadir petisi yang menghimbau pemerintah menangguhkan rencana new normal di sekolah.
Apa Risiko New Normal untuk Anak?
Banyak kalangan menilai penerapan new normal untuk anak dianggap cukup beresiko. Mengingat fakta dilapangan menunjukan bahwa 5% dari seluruh kasus infeksi virus corona di Indonesia adalah anak-anak.
Setidaknya lebih dari 550 anak sudah dinyatakan positif COVID 19 dan 14 di antaranya dinyatakan meninggal dunia. Ini belum bicara soal data PDP anak-anak yang hingga saat ini masih menunggu hasil test swab. Data ini bahkan diklaim termasuk terbesar di Asia Tenggara.
Ini menunjukan bahwa tingkat penularan COVID 19 pada anak-anak di Indonesia relatif tinggi. Dan tentu saja dimahfumi, sebenarnya dengan kebiasaan yang lazim dijalankan oleh anak-anak dalam keseharian sulit dipungkiri mereka memang ada dalam tingkat resiko lebih tinggi.
Anak-anak cenderung gemar bermain, terbiasa bermain dalam kelompok dan gemar berinteraksi dengan teman-temanya dalam jumlah banyak. Mereka juga cenderung sulit untuk diminta tertib memakai masker, juga sulit diminta disiplin soal kebersihan. Bagaimana new normal untuk anak dapat praktis dijalankan?
Tidak mudahnya meminta mereka untuk disipin dalam menjalankan seluruh protokol kesehatan yang diisyaratkan. Alih-alih mereka menjalankan konsep new normal di sekolah, mereka justru menjadi lebih rentan untuk mengalami penularan.
Risiko COVID-19 pada Anak-Anak
Fakta lain yang juga perlu menjadi perhatian ketika bicara soal new normal untuk anak adalah bagaimana resiko dari penyakit COVID 19 akan terjadi pada anak-anak. Anak-anak memiliki tingkat resiko berbeda dan perkembangan yang berbeda dibandingkan orang dewasa, ketika mereka terjangkit penyakit COVID 19.
Anak-anak mungkin mengalami kondisi yang disebut dengan Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C). Ini adalah kondisi dimana sejumlah organ dalam tubuh yang berbeda akan mengalami inflamasi atau peradangan dalam waktu bersamaan.
Ini termasuk peradangan pada paru-paru sebagai pusat utama perkembangan penyakit COVID 19. Untuk kemudian menjalar hingga jantung, ginjal, pencernaan, otak, mata, hidung, hati, empedu, limfa bahkan kulit.
Hingga saat ini belum dipahami sepenuhnya, mengapa serangan infeksi virus corona SARS-Cov2 dapat menjadi demikian fatal pada anak-anak. Pada awalnya sejumlah pakar mengira ini adalah perkembangan penyakit Kawasaki yang juga kerap menyerang anak. Sampai dipastikan banyak kasus MIS-C yang dapat dikaitkan dengan infeksi virus corona.
Tetapi, menilik dari bagaimana karakter dari virus dan bagaimana respon tubuh terhadap serangan virus corona ini. Sebenarnya perkembangan berupa respon gejala pada mata, kulit, pernafasan hingga pencernaan juga muncul pada orang dewasa.
Di duga kuat ini berkaitan dengan reseptor ACE2 yang terdapat dalam sejumlah organ. Keberadaan reseptor ini berkaitan dengan lokasi virus corona berdiam dan berkembang dalam tubuh. Reseptor ACE2 ini paling banyak ditemukan dalam paru-paru dimana virus paling banyak berkembang. Dan pula direspon organ lain yang memiliki reseptor yang sama.
Hanya pada orang dewasa, perkembangannya masih dapat terkendali. Sedang pada anak-anak perkembangan masif dan mematikan dapat terjadi. Bisa jadi karena pengaruh anti bodi tubuh yang justru merespon negatif.
Riset menunjukan seiring perkembangan virus corona dalam tubuh, pasien mengalami badai sitokin. Sejenis antibodi yang justru menyebabkan inflamasi. Tubuh anak tidak cukup kuat menghadapi badai sitokin ini, hingga membentuk peradangan atau inflamasi masif di seluruh tubuhnya.
Bagaimana Seharusnya Penerapan New Normal di Sekolah?
Sejauh ini pakar memang belum merekomendasikan anak-anak untuk kembali masuk sekolah. Kebanyakan menyarankan untuk menunda pilihan ini setidaknya setelah tingkat reproduksi penyakit ini berada pada level di bawah 1. Sedang saat ini Indonesia masih memiliki tingkat reproduksi penyakit COVID 19 di kisaran 2,2 sampai di atas 3.
Kekhawatiran utama terletak pada keterbatasan sumber daya di Indonesia untuk mampu menyediakan sarana memadai social distancing dalam kelas. Juga mengkhawatirkan kebiasaan anak-anak yang akan cenderung sulit untuk disiplin.
Tetapi bila memang pada akhirnya penerapan New Normal di sekolah ini dijalankan. Bagaimana seharusnya penerapan New Normal  disekolah yang tepat dan sesuai protokol yang ditentukan? Berikut merupakan sejumlah konsep New Normal yang sesuai dengan protokol WHO dan CDC.
-
Adanya Penerapan Social Distancing
Salah satu protokol wajib dari New Normal baik untuk anak dan dewasa adalah kewajiban untuk menjalankan social distancing. Jaga jarak adalah sebuah keharusan untuk mencegah terjadinya kontak fisik dengan orang-orang pembawa virus namun tanpa gejala.
Dari mereka dengan status OTG ini, orang dalam lingkungannya dapat tertular melalui droplet yang tanpa sengaja terciprat saat bicara. Bila orang lain berada pada jarak relatif dekat, akan memudahkan droplet terpapar kulit atau bahkan terhirup pernafasan, maka rentan bagi orang lain tersebut tertular.
Bila penerapan New Normal di sekolah harus dilakukan, bisa dimulai dengan menata ulang kursi dan meja dalam kelas supaya satu siswa bisa berjarak dari siswa yang lain ketika mengikuti pelajaran di kelas. Opsi kelas bergilir dengan pengurangan waktu belajar bisa menjadi pilihan untuk mengurangi intensitas interaksi.
Setiap kegiatan belajar baik di lapangan maupun dalam kelas harus mengutamakan jaga jarak. Jadi setiap konsep belajar kelompok, tugas bersama hingga olahraga beregu sebaiknya dihilangkan terlebih dulu.
Permasalahan yang perlu dicermati berikutnya justru ketika siswa tidak berada dalam kelas. Ini adalah perhatian lain yang menjadi sorotan dalam New Normal di sekolah. Karena biasanya anak-anak terbiasa bercengkerama dengan teman-teman dekatnya bahkan mungkin berombongan dan berdesakan di kantin sekolah.
Bagaimana pengaturan jadwal ke kantin dan bagaimana pengawasan aktivitas fisik saat istirahat di antara jam pelajaran perlu dilakukan. Supaya anak-anak tidak melepas atribut pengamanan termasuk masker dan tidak beraktivitas tanpa memperhatikan aturan social distancing.
Bagi banyak pemerhati dunia anak, justru di sini kesulitannya. Hingga konsep New Normal  di sekolah diragukan. Karena tidak mudah mencegah anak berinteraksi intens dengan teman dekatnya di dalam lingkungan sekolah.
Menurut pandangan WHO ini dapat disiasati dengan melakukan doktrin ketat soal kesadaran pentingnya jaga jarak di masa pandemik. Materi soal pencegahan COVID 19 harus masuk dalam materi belajar dengan penekanan dan materi sesuai usia.
-
Adanya Optimalisasi Kebersihan
Kebersihan adalah aspek lain yang harus diperhatikan dalam menerapkan aturan New Normal untuk anak di sekolah. Mulai dengan sosialisasi kebiasaan untuk menjaga kebersihan, penyediaan sarana dan doktrin untuk memastikan anak-anak menjalankan protokol kebersihan dengan disiplin.
Menurut standar WHO, setidaknya sekolah harus menyediakan sarana sanitasi dan tempat cuci tangan memadai, baik kuantitas dan kualitas. Disediakan pula sabun cuci tangan antiseptik untuk memudahkan anak-anak cuci tangan setiap waktu. Penyediaan obat antiseptik tangan di dalam kelas juga bisa menjadi opsi tambahan dalam hal ini.
Selain penyediaan sarana yang memadai, pendidikan soal kebersihan juga harus menjadi perhatian. New Normal baik untuk anak dan dewasa jelas bergantung pada kesadaran. Jadi perlu dipastikan anak-anak memiliki kesadaran soal kebersihan untuk memaksimalkan manfaat dari protokol ini.
Tidak hanya soal kenapa kebersihan harus dijalankan. Tetapi juga soal bagaimana kebersihan ini diterapkan. Soal bagaimana memastikan anak-anak mencuci tangan rutin setiap beberapa saat selama 20 detik setiap kalinya. Soal bagaimana mereka harus rutin menggunakan antiseptik tangan. Soal bagaimana cara cuci tangan yang tepat.
Tidak berhenti di masalah kebersihan tangan. Kebersihan kelas dan lingkungan sekolah juga menjadi perhatian. Kelas tidak hanya harus disapu dengan rutin, tetapi juga di pel dan didesinfektan dengan rutin. Desinfektan sangat efektif membantu mematikan virus dan bakteri pada lantai dan udara dalam kelas. Pembuangan sampah juga harus lebih ditingkatkan supaya lebih bersih optimal.
-
Protokol Perlindungan Harus Dijalankan
Perlindungan menjadi cara penting lain yang ditetapkan dalam New Normal. Di antaranya seperti penggunaan masker setiap ada di ruangan publik atau soal hindari kontak fisik termasuk bertukar barang dengan orang lain.
Penggunaan masker adalah protokol wajib saat New Normal. Ini sangat efektif mencegah droplet nano yang terdapat dalam udara masuk melalui hidung dalam mulut. Sebagaimana dipahami keduanya adalah pintu masuk unsur asing ke dalam tubuh, termasuk pula virus.
Masalah perlindungan juga termasuk soal fasilitas dalam kelas. Alih-alih menggunakan AC, kelas justru diharuskan mengutamakan aliran udara masuk dan keluar yang lancar. Aliran udara yang lancar akan menjadi kunci mencegah virus berdiam terlalu lama dan hanya berputar-putar dalam ruangan.
Aspek perlindungan yang dapat diterapkan oleh pihak sekolah sebenarnya tidak banyak dikhawatirkan. Diyakini pihak sekolah akan mengupayakan perlindungan maksimal bila memang disyaratkan. Tetapi banyak orang tua khawatir apakah anak-anak dapat dengan disiplin menjalankan protokol perlindungan sebagaimana yang diharapkan. Sementara banyak anak relatif sulit untuk bertahan lama beraktivitas dengan tetap mengenakan masker.
-
Pengawasan Kondisi Siswa
Aspek pengawasan juga sebenarnya merupakan bagian dari perlindungan terhadap siswa dan peserta proses belajar mengajar di kelas. Harus dipastikan bahwa siswa, guru dan tenaga kerja lain yang aktif di sekolah memang dalam kondisi sehat.
Pemeriksaan suhu bisa menjadi pilihan sederhana dalam hal ini. Setidaknya siswa dan tenaga kerja yang masuk memang dalam kondisi bertemperatur normal. Sebagaimana dipahami, bahwa kenaikan suhu bisa menjadi salah satu indicator utama dari gejala COVID 19.
Penerapan konsep New Normal di sekolah untuk anak juga bisa diterapkan dengan melibatkan apparat di sekitar tempat tinggal. Meski diyakini pilihan ini dianggap rumit, tetapi berkoordinasi dengan apparat setempat akan memudahkan pihak sekolah mendapatkan informasi soal status siswa atau tenaga pengajar yang menjadi ODP, OTG, PDP dan positif.
Ini bisa menjadi indikasi bilamana peserta didik dan tenaga pengajar membutuhkan langkah pengawasan lebih lanjut. Apakah sekolah dalam resiko tinggi atau relatif aman, termasuk bila diperlukannya test rapid untuk seluruh warga sekolah.
Bicara soal pengawasan juga berarti akan berkaitan dengan pengawasan aktivitas dan kebiasaan anak dalam sekolah. Soal bagaimana mereka menjalankan social distancing dan protokol kesehatan lain. Juga soal bagaimana respon mental anak dalam menyikapi kondisi pandemik.
Penting untuk memastikan anak tidak dalam kondisi tertekan karena efek kebiasaan baru yang tidak nyaman bagi mereka. Tidak sedikit kasus ditemukan anak menjadi stress karena dipaksakan menjalankan protokol kesehatan yang membuat mereka sulit bersosialisasi sebagaimana biasa.
-
Peningkatan Imunitas Bersama
Untuk membantu memaksimalkan hasil dari seluruh protokol yang diterapkan, ada baiknya pihak sekolah juga mengadakan sejumlah program yang bertujuan memaksimalkan imunitas di kalangan warga sekolah.
Seperti penerapan aktivitas luar ruangan pada pukul 9 pagi secara bergilir untuk memastikan protokol jaga jarak pada New Normal di sekolah tetap dijalankan untuk anak dan guru. Dapat pula dengan melakukan pengarahan dalam kelas perihal nutrisi.
Juga dapat dilakukan dengan membagikan multivitamin secara rutin untuk membantu menstimulus imunitas pada anak bekerja lebih optimal. Meski mungkin pilihan terakhir hanya dapat dilakukan bila pembiayaan sekolah dapat memenuhi.
Hingga kini, masalah penerapan New Normal di sekolah untuk anak dengan mempersilahkan anak-anak kembali masuk sekolah masih menjadi polemik. Banyak pihak yang ragu apakah keputusan ini dianggap pantas ditengah pandemik yang tampaknya belum berujung ini.
Namun, pada sisi lain pada kawasan zona hijau yang dianggap lebih aman untuk tetap menjalankan konsep New Normal ini termasuk di sekolah dan untuk dijalankan anak. Bagaimana pandangan Anda soal konsep New Normal ini? Siapkah Anda melepas buah hati Anda kembali ke sekolah?